Pengertian, Penyebab Dan Penanganan Gangguan Pendengaran( TUNARUNGU) Terhadap Anak Sejak Dini


Asuhananak-Donald F morees (dalam supena dkk, 2012). Mendefinisikan tunarungu adalah : “istilah umun yang menunjukkan sesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga penghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar. orang kurang dengar adalah yang memakai alat bantu dengar, dimana batas pendengaranya yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran “.
Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi, dan penting diketahui oleh pendidik untuk menentukan pembelajaran yang efektif. Dalam mangunsong (2011), klasifikasi ketunarunguan yang bersifat menunjuk pada gangguan pendengaran sesuai dengan hilangnya pendengaran yang dapat diukur dengan alat audiometric yaitu sebagai berikut :

• Kelompok 1 : anak yang kehilangan pendengaran ringan (20-30 db). Gangguan ini merupakan ambang batas (borderline) antara orang yang sulit mendengar dengan orang normal. Mereka mampu berkomunikasi dengan penggunakan pendengarannya. Mereka baru tidak bisa mendengar lagi terhadap suara bisikan.

• Kelompok 2 : anak yang kehilangan pendengaran marginal (30-40 db). Anak sering mengalami kesulitan mengikuti suatu pembicaraan pada jarak beberapa meter. Mereka masik bisa menggunakan telinganya untuk mendengar, namun harus dilatih. Anak ini sudah tidak bisa mendengar lagi terhadap suara yang setara suara alar rumah tangga/mesin tik listrik.

• Kelompok 3 : anak yang kehilangan pendengaran sedang (40-60 db). Dengan bantuan alat bantu dengar dan bantuan mata, anak ini masih bisa belajar berbicara dengan pengandalkan alat-alat pendengaran. Anak ini masih bisa belajar berbicara dengan mengandalkan alat-alat pendengaran. Mereka sudah tidak bisa mendengar lagi terhadap suara yang setera alat rumah tangga/mesin tik listrik.

• Kelompok 4 : anak kehilangan pendengaran berat (60-75 db). Pada kondisi ini. Anak dianggap ‘tuli secara edukatif’ mereka berada pada ambang batas antara sulit mendengar dengan tuli. Anak-anak tidak bisa belajar berbicara tanpa menggunakan teknik-teknik khusus. Mereka sudah tidak dapat mendengar lagi terhadap percakapan biasa.

• Kelompok 5 : anak yang kehilangan pendengaran yang parah (di atas 75 db). Anak sudah bisa lagi belajar bahasa dengan semata-mata mengandalkan telinga. Meskin sudah didukung dengan alat baru dengar.mereka sudah tidak dapat mendengar suara-suara seperti : dering telepon, lalu lintas jalan raya, suara motor, ataupun petir.

Kelompok 1, 2, dan 3, tergolong sulit mendengar sedangkan kelompok 4 dan 5 tergolong tuli.kesulitan berbicara akan semakin bertambah sejalan dengan semakin bertambahnya kesulitan pendengaran. Ketika pendengaran seseorang semakin parah, maka ia harus lebih mengandalkan mata daripada telinganya. Jika dipaksakan untuk berkomunikasi secara verbal, maka biasanya anak akan memaksa atau mengandalkan bagian lain dari tubuhnya seperti : mata, gerakan tubuh, wajah, isyarat tangan, dan sebagainya (selain juga tetap berusaha menggunakan telinga, mulut, dan lidahnya untuk berbicara).
Penyebab/ Etiologi

Ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir, pada saat kelahiran, atau sesudah lahir. Factor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtua yang tunarungu. Ibu yang mempunyai darah Rh (-). Maka sistem pembuangan antibody ibu sampai pada sirkulasi janin. Virus tersebut dapat membunuh pertumbuhan sel-sel dan menyerang telingan mata. Telinga,atau organ lainya.

b) Penyakit virus rubella yang diderita ibu yang sedang mengandung. Pada masa kandungan tiga bulan pertama, penyakit ini perpengaruh buruk pada janin, 50% anak yang dikandung akan mengalami kelainan pendengaran.

c) Keracunan darah atau toxaminia yang diderita ibu yang sedang mengandung. Yang mengakibatkan kerusakan plasenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin dan menyerang alat pendengaran

d) Infeksi saat dilahirkan, dimana anak tertular virus aktif dari penyakit kelamin ibu. Penyakit-penyakit yang ditularkan ibu kepada anak yang di lahirkannya ini dapat mengakibatkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pendengaran.

e) Meningitis atau radang selaput otak, yang disebabkan oleh bahteri yang menyerang telinga dalam melalui sistem sel-sel udara pada telinga tengah.

f) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak, yaitu keluarnya nanah yang mengumpul dan mengganggu hantara bunyi. Radang ini sering terjadi sebelum usia enam tahun, dan biasanya karena penyakit pernafasan berat atau pilek dan campak.

Karakteristik Fisik Motorik

Secara fisik motorik, anak tunarungu terlihat tidak terlalu berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hanya saja, mereka cenderung memiliki sifat impulsive. Tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan. Mereka cenderung kurang hati-hati dan kurang mampu mengantisipasi akibat yang mungkin timbul akibat perbuatannya. Mereka juga ingin segera memenuhi apa yang menjadi keinginannya. Oleh karena itu, mereka cenderung terlihat tidak sabar karena sulit menunda pemuasan kebutuhan dalam jangka panjang.

Karakteristik kognitif

Pendengaran dan perkembangan bahasa memiliki hubungan yang sangat besar, dan ini merupakan masalah yang besar bagi anak tunarungu. Kepandaiannya berbicara tergantung pada tingkat kerusakan pendengaran dan usia awal munculnya kerusakan pendengaran tersebut struktur bahasa yang digunakan anak tunarungu biasanya lebih sederhana dibandingkan anak normal. Hal ini terlihat baik dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

Morees(dalam hallahan dan Kauffman, 2006) menyimpulkan bahwa anak tunarungu dan anak normal memiliki kemampuan kognitif dan intelektualitas yang sama.namun demikian, prestasi akademik yang bergantung pada bahasa menyebabkan prestasi pendidikan anak tunarungu menjadi rendah atau bahkan mengalami leterbelakangan yang serius.
 
Karakteristik social emosi

Beberapa karakteristik sosial emosi anak tunarungu yang menonjol yaitu :
• Silat egosentris yang lebih besar. Mereka sulit menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain. Mereka juga kurang menyadari/peduli tentang efek perilakunya terhadap orang lain.

• Kesulitan penyesuain diri. Keterbatasan dalam kemampuan bahasa membatasi kemampuannya untuk mengintegrasikan pengalaman dan sekaligus akan semakin memperkuat sifat egosentrisnya.

• Sifat kaku dan sikap yang kurang luwes dalam memandang dunia dan tugas-tugas kesehariannya.

• Sifat cepat marah dan mudah tersinggung temper tantrum dan frustasi yang bersifat fisik seringkali ditunjukkan karena mereka kurang mampu untuk mengemukannya dalam bentuk bahasa

• Perasaan khawatir dn ragu-ragu.

APA KELUHAN ANDA SEPUTAR ANAK ADALAH TUGAS KAMI JAWAB !

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »