KENALI SEBAB ANAK TIDAK MAU MENGERJAKAN PR, ADA RESIKO DAN SOLUSI PENANGANANNYA

Eduparents 4kids, memberikan sarana dan media pembelajaran bagi orang tua yang mencintai anak-anaknya sejak dini dengan perlakuan dan penanganan yang efektif dan produktif. Dalam hal ini, sebagai orangtua harus mengetahui mengapa anak tidak mau mengerjakan PR dan tugas sekolah lainnya.
“Tidak mau mengajarkan pekerjaan rumah”

LANGKAH 1



KENALI PENYEBABNYA 


Tugas atau pekerjaan rumah tidak hanya menolong anak belajar mengenai mata pelajaran yang dipelajarinya di sekolah tetapi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan rasa tanggung jawab pada diri anak. Artinya, dengan mengerjakan PR, anak belajar bagaimana caranya mengatur dan mengalokasikan waktu untuk suatu tugas serta menyelesaikan tugas dengan rapi dan benar. Semua hal tersebut merupakan suatu ketrampilan yang sangat dibutuhkan anak untuk bekal kehidupannya. Lewat PR anak akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih positif. Tentu saja, sebagai orang tua, kita tidak menolong mengerjakan PR dan hanya sebatas menemani serta memberi tahu jika ia tidak mengerti soal yang diberikan.


Begitu banyak orang tua menjadi begitu terjebak dalam masalah pekerjaan rumah yang mereka lupa tentang hal yang paling penting, yaitu hubungan. Banyak orang tidak tahu bahwa ketika Mozart masih kecil, ayahnya membawanya pada beberapa perjalan panjang. Ayahnya secara intuitif tahu bahwa music sangat penting untuk anaknya. Ia mengajak anaknya yang kecil ke pusat-pusat musik sehingga ia dapat memenuhi keinginannya untuk menjadikan Mozart sebagai seorang composer. Ia juga megajak Mozart yang berusia 7 tahun itu menghadiri konser dan melihat opera. Perjalanan lain berlangsung 15 bulan, ketika ia berusia 11 tahun, dia harus bertemu johann Christian bach (anak bach) di London dan Mozart belajar menulis opera Italia darinya.
 
Tentu saja tidak semua orang harus mengambil perjalanan jauh. Namun, orang tua yang mendidik anak-anak mereka di rumah sangat beruntung karena mereka dapat membuat kegiatan yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan unik anak mereka. Ayah Mozart melihat ke dalam hatinya dan mengabdi dirinya untuk benar-benar membantu anaknya menemukan serta melakukan apa yang disenanginya dan sesuai dengan bakat anaknya, bukannya menekan dia dengan pekerjaan rumah setiap malam. Sebagai orang tua, anda harus memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan kapan melakukannya. Lihatlah ke dalam hati dan cinta akan mengajarkan anda apa yang harus dilakukan untuk anak anda. Jika anda tidak tahu harus berbuat apa, tunggulah sampai anda tahu.

Banyak dari kita secara tidak sadar memprogram anak-anak secara salah, yaitu mengasosiasikan pekerjaan yang harusnya dilakukan sebagai sebuah penderitaan. Akibanya, si anak malas melakukan pekerjaannya.

Ada juga misalnya dalam konteks PR sekolah, seorang guru memberikan PR tentunya bertujuan baik, yaitu agar si anak berlatih di rumah. Agar anak tidak hanya mengandalkan pada apa yang didapat di sekolah namun aktivitas di rumah merupakan pengulangan agar lebih ingat dan masuk memori anak.

Sekali lagi, jadi tujuan atau niat seorang guru memberikan PR adalah baik. Namun, kondisi membuat PR menjadikan anak tertekan sehingga ia tidak menikmati maksud baik dari PR yang harus dikerjakan. Sementara di sekolah, guru tidak pernah menjelaskan tentang fungsi PR yang dapat membuat anak termotifasi mengajarkannya.

Kesalahan-kesalahan premrograman pikiran yang dilakukan guru saat memberikan PR adalah sebagai berikut.
PR sering diperlakukan sebagai hukuman. Jika anak melakukan kesahan, biasanya hukumannya adalah diberikan tugas sehingga PR diasosiasikan sebagai tugas yang menyakitkan (hukuman).

Berapa guru sepertinya sangat senang dan cenderung memberikan PR yang sulit-sulit. Jauh lebih sulit dari contoh-contoh yang diberikannya pada waktu di kelas. Mungkin tujuannya adalah agar anak berlatih hal yang sulit, tetapi sayang, tujuan dan niat baik ini jarang sekali tercapai. Guru tidak menyadari bahwa dengan diberikan soal yang lebih sulit akan mengurangi daya juang anak sehingga mereka tidak termotivasi bahkan mereka akan berpikir bahwa PR kembali menyakitkan karena membuat mereka merasa menjadi anak yang gagal dalam mengerjakan. Tujuan guru baik, tetapi tidak tersampaikan dengan benar ke anak. PR juga dapat diasosiasikan dengan hal yang menjauhkannya dari kesenangan karena mereka sudah seharian di sekolah hingga jam 3, ditambah les ini dan les itu, sepulang mereka sekolah dan les, mereka harus mengerjakan PR lagi, lalu kapan waktu mereka untuk refreshing dan bermain ? 

Sementara jika otak tidak pernah diberiakan peluang untuk mencari kesenangan maka otak akan menjadi jenuh dan tidak pernah relaks yang akan berakibat menurunnya prestasi belajar anak. PR yang banyak terkadang tidak mendidik karena ketika melihat anaknya kelelahan, orang tua turun tangan untuk mengerjakan PR anak sehingga PR tidak lagi berfungsi pada tempatnya. Belum lagi ketika si ibu atau bapak mengeluh bahwa soalnya sulit dan tidak sesuai dengan anak seusianya, keluhan ini disampaikan di depan anaknya sehingga anaknya memiliki sugesti negative bahwa PR itu sulit. Program lainnya keteka ibunya mengomel banyak pekerjaannya yang terbengkalai karena membantu anak mengerjakan PR, membuat anak berasosiasi bahwa orang yang mengeluh berarti tidak menyukai pekerjaannya sehingga membantu mengerjakan PR memang sesuatu yang memberatkan.

LANGKAH 2

PERSIAPAN
Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, tanyakan terlebih dahulu kepada diri anda hal-hal seperti berikut.
Apa anda pernah menjelaskan tentang pemberian PR kepada anak ?
Apa anak tahu apa tujuan diberikan PR ?
Bagaimana perilaku anak jika diminta mengerjakan PR ?
Bagaimana reaksi anda ketika anak tidak mau mengerjakan PR ?

LANGKAH 3
PENANGANAN DENGAN HYPNOPARENTING
Carikan tempat yang tenang dan nyaman bagi anak di mana anak mengerjakan PR secara teratur di tempat tersebut. Tempat ini harus cukup cahaya, terang, nyaman dan tenang tanpa ada gangguan televise, suara anak bermain, serta orang berbicara atau menelpon.
Pastikan perut anak dalam kondisi tidak kosong, beri anak gizi yang cukup.

Bantu anak mengerjakan PR sesuai dengan gaya belajarnya. Misalnya jika anak auditori, perdengarkan music. Riset baru menunjukkan, mendengarkan music membantu anak belajar. Para ahli psikologi, music favorit anak berperan sebagai “white noise” yang mengalihkan gangguan lainya. 

Biarkan anak memutuskan tentang peraturan berkaitan dengan masalah PR. Beri ai kepercayaan untuk memutuskan kapan dan di ruang mana ia akan mengerjakan tugas rumahnya. hormati keputusan anak. Ini akan amat membantu meminimalkan perselisihan dengan anak gara-gara PR.

Kontrol. Orang tua hanya perlu memonitor PR anak. Apakah dia mempunyai masalah saat mengerjakan tugas-tugasnya atau apakah dia mudah sekali jenuh pada waktu mengerjakan PR-nya ? apakah dia mengerti bagaimana cara mengerjakannya atau apakah PR itu terlalu sulit baginya ? pada waktu dia sedang mengerjakan PR, apakah televise menyala, ada telepon bordering, bercakap-cakap dengan anggota keluarga lainnya sehingga konsentrasinya terganggu ? jika terjadi masalah tersebut, sebaiknya bantu anak mengatasinya.

Biarkan anak mengerjakan PR sendiri karena jika orang tua yang mengerjakannya maka anak tidak dibiasakan untuk mencari pemecahan terhadap masalah yang dirasa sulit. Orang tua hanya perlu menemani saja dan membantunya jika ia memerlukan pertolongan. Hindari sugesti negative seperti, “ah, soal kayak gini mah mama gak bisa, dulu gak diajarin soalnya” atau “waduh dek, soalnya susah amat.” 

Orang tua sebagai motivatar. Anak yang masih kecil umumnya masih membutuhkan dorongan dari lingkungan, terutama orang tuanya dan ingin ditemani ketika belajar. Maka, cobalah menikmati aktivitas keluarga di sekitar anak yang sedang belajar atau mengerjakan PR-nya.aktivitas tersebut akan mendorong anak untuk merasa lebih aman dan tidak merasa ditinggalkan. Dengan kehadiran orang tau, tentu juga mudah untuk memberikan reward atau dukungan berupa pujian. Pelukan atau senyuman ketika anak mampu mengerjakan PR atau tugas-tugas sekolahnya. Hal ini penting sekali bagi anak.

Orang tua sebagai konsulta. Apabila anak mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR, tawarkan bantuan untuk menjelaskannya sekali lagi. Namun, jangan sekali-sekali orang tua mengambil alih mengerjakan PR anak. Bersikaplah konsisten, jangan terpengaruh ancaman, rengekan, atau tangisan anak. Biarkan anak memahami dan merasakan konsekuensinya apabila tidak mengerjakan PRp-nya.

Kerjakan PR yang paling disukai anak terlebih dahulu. Hal yang sama juga berlaku bila anak mendapati soal yang paling sulit, lebih baik diselesaikan yang mudah terlebih dahulu. Mengapa begitu ? karena anak akan lebih bermotivasi dengan mengerjakan soal yang mudah lebih dahulu (“wah ternyata aku mampu yah…”) sehingga motivasi itu dapat dijadikan modal untuk mengerjakan tugas yang sulit. Anak tidak berpikir tugas itu sulit atau tidak, kalau di satu soal dia dapat mengerjakannya, dia dapat mengerjakan juga untuk soal yang lain.

Carilah bantuan secepatnya jika menemukan kesulitan. Terkadang orang tua juga menemui kesulitan dalam membantu anak menyelesaikan PR-nya. Namun, jika menemui kesulitan, hidari sugesti negative seperti, “mama gak bisa nih…” lalu menimbulkan respon anak, “mama aja gak bisa, apalagi aku…’ sebaiknya, ajak anak untuk mencari pemecahan bersama-sama. Jika orang tua tidak bisa, katakana dengan nada positif, “yuk, kita pecahkan bersama, cari dengan internet atau di dalam buku…”

Berikan penjelasan kepada anak bahwa PR adalah bagian dari perulangan artinya mengulangi apa yang ada disekolah. (oleh karena itu, PR perlu dibuat semirip mungkin, tetapi dengan angka atau ilustrasi yang agak berbeda sehingga si anak familiar dan yang penting ia melakukan perulangan belajar.

Akan lebih bagus jika anak bersama dengan orang tua dapat melakukan desain PR secara lebih menyenangkan, misalnya untuk hari ini menggunakan music apa, ruangan mau dibuat seperti apa, gambar-gambar yang akan dipakai dan sebagainya (jika di sekolah, dapat melakukan desain barsma murid, misalnya anak boleh memilih sendiri contoh dan soalnya, bahkan boleh membuat sendiri soal PR-nya dan dikerjakan sendiri).

Untuk anak yang tidak termotivasi mengerjakan PR, gunakan hypnosleep dengan kalimat, “mulai sekarang dan seterusnya, PR terasa menyenangkan buat kamu…”

APA KELUHAN SAUDARA SEPUTAR ANAK ? TERIMAKASIH ...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »