Asuhananak-Peserta didik dengan gangguan penglihatan adalah mereka yang mengalami gangguan penglihatan secara signifika, sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan atau pembelajaran khusus menurut hallahan dan Kauffman (dalam mengunsong. 2009) seseorang dinyatakan tunanetra jika setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya, ternyata ketajaman visual tidak melebihi 20/200 atau setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya ternyata pemandangannya tidak melebihi 20 derajat.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan, gangguan penglihatan berarti adanya kerusakan penglihatan dimana walaupun sudah dilakukan perbaikan masih mempengaruhi prestasi belajar secara optimal. Oleh karena itu, berdasarkan sudut pandang ada dua kelompok gangguan penglihatan yaitu:
1. Siswa yang tergolong buta akademis (aducationally blind) mencakup siswa yang tidak dapat lagi menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar hurus awas/cetak. Pendidikan yang diberikan pada siswa meliputi program pengajaran yang memberikan kesempatan anak untuk belajar melalui non-visual senses (sensori lain di luar penglihatan)
2. Siswa yang melihat sebagian/kurang awas (the partially sighted/low vision), meliputi siswa dengan penglihatan yang masih berfungsi secara cukup diantara 20/70 sampai 20/200. Atau mereka yang mempunyai ketajaman penglihatan normal tapi medan pandangan kurang dari 20 derajat dengan dimikian cara belajar utamanya simaksimal mungkin menggunakan sisa penglihatan.
B. PENYEBAB/ETIOLOGO
Penyebab kerusakan penglihatan dapat terjadi pada masa pranatal atau sebelum anak dilahirkan, pada proses kelahiran, maupun setelah anak dilahirkan. Kerusakan penglihatan sejak lahir baisannya disebabkan berbagai hal, seperti : faktor keturunan, infeksi (misalnya campak Jerman), atau ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses pembetukan di saat kehamilan kerusakan penglihatan juga dapat merupakan akibat penggunaan oksigen berlebihan ketika bayi prematur di dalam inkubasi. Penyebab lainnya seperti : komplikasi virus rubella, kurangnya vitamin A, kelahiran dengan berat badan rendah, dan defisiensi wama.
Dari berbagai penyebab kerusakan penglihatan , penyebab utama timbulnya kebutaan di Negara-negara berkembang adalah trachoma. Trachoma muncul saat tertular mikro organism yang disebut Chlamydia trachomatis sehingga terjadi peradangan dalam mata. Kondisi ini seringkali ditemukan di pedesaan miskin dengan kondisi tempat tinggal yang kumuh, kurang air, dan kurangnya sanitasi yang memadai.
Kerusakan atau kehilangan penglihatan jarang terjadi pada usia belasan, kalaupun terjadi biasanya karena luka terbentur benda keras, bola, kecelakaan kendaraan, dan lain-lain. Anak yang buta sejak lahir secara alamiah berbeda kondisinya dibandingkan dengan anak yang kehilangan penglihatannya pada usia belasan tahun. Hal ini penting untuk diketahui oleh pendidik, karena keduanya memiliki kemampuan yang berbeda. Anak yang buta sejak lahir memiliki proses belajar melalui pendengaran, perbedaan, dan indra non-visual lainnya yang kuat. Sementara anak yang kehilangan penglihatan di usia belasan tahun memiliki pengalaman visual yang luas, dimana ingatan visual tersebut dapat membantu dalam proses pendidikan. Namun begitu, anak yang mengalami kebutuhan setelah sebelumnya dapat melihat biasanya membutuhkan penerimaan dan dukungan emosional yang lebih besar. Oleh karena itu, penyesuaian yang dilakukan hendaknya dilakukan secara bertahap.
C. KARAKTERISTIK FISIK MOTORIK
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat. Kemampuan orientasi arah yang mereka miliki biasanya buruk, kesadaran tubuh (body awareness tidak sesuai dan tidak tepat mengkoordinasikannya, dan kurang dapat memperkirakan cara bergerak yang aman/tepat pada situasi yang baru. Oleh karena itu. Maka anak tunanetra juga memiliki keterbatasan mobilitas atau kemampuan untuk berpindah tempat
Anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan. Biasanya, anak lebih termotivasi akan memiliki mobilitas yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang cenderung lebih frustasi menjadi kurang termotivasi untuk mencapai keterampilan-keterampilan mobilitasnya.
D. KARAKTERISTIK KOGNITIF
Perbedaan antara anak tunanetra dengan anak normal, bahwa pada anak normal mendapatkan pengalaman belajar tentang dunia melalui informasi taktil, visual, dan auditif. Sedangkan pada anak tunanetra. Mereka lebih bergantung pada informasi taktil dan auditif. Meskipun memiliki keterbatasan, namun dengan bimbingan sejak dini, biasanya anak tunanetra dapat pula meningkatkan kemampuan eksplorasinya terhadap dunia dan lingkungan. Oleh karena itu, tidak benar jika kebutaan selalu mengakibatkan intelegensi seseorang menjadi lebih rendah. Meskipun jika diukur dengan tes intelegensi, tingkat kecerdasan anak tunanetra biasanya berbeda di taraf di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan karena mereka hanya menyelesaikan tugas-tugas verbal dan miliki keterbatasan untuk menyelesaikan tugas-tugas performance
E. KARAKTERISTIK SOSIAL EMOSI
Anak tunanetra biasanya memiliki masalah dalam penyesuaian diri, marasa tidak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Mereka cenderung pasif dan kurang memperhatikan dirinya sendiri, sehingga cenderung membutuhkan orang lain untuk membantu aktifitas sehari-harinya seperti : makan, namun, berpakaian, dan lain-lain. Perkembangan bahasa anak tunanetra tidak menunjukkan perbedaan. Hanya saja, keterbatasan pengalaman visual, menyebabkan bahasa mereka lebih mengarah pada dirinya sendiri.
Kesulitan interaksi social biasanya terjadi karena respon masyarakat yang tidak sesuai pada anak-anak tunanetra ini. Hal ini karena anak tunanetra biasanya memiliki ekspresi wajah yang berbeda dari anak normal. Mereka sulit menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, terutama perasaan-perasaan yang negative. Anak tunanetra juga sering menunjukkan perilaku stereotipik atau gerakan yang sama dan diulang-ulang seperti : menggoyang tubuh, mencongkel atau menggaruk mata, gerakan jari atau tangan yang berulang-ulang diketuk-ketukkan.