PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NO.70 TAHUN 2009 SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL.
Menimbang:
a. Bahwa peserta didik yang meiliki meiliki kelemahan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau meiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya.
b. Bahwa pendidikan khusus untuk peserta didik yang meiliki kelainan dan/atau peserta didik yang meiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan secara inklusif.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menentapkan peraturan menteri pendidikan nasional tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang meiliki kelainan dan meiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa;
Mengigat:
1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (lembaran Negara republik Indonesia tahun 2003 nomor 78. Tambahan lembaran Negara republic Indonesia nomor 4301);
2. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun tentang standar nasional pendidikan (lembaran Negara republic Indonesia tahun 2005 nomor 41. T6ambahan lembaran Negara republic Indonesia nomor 4496):
3. Peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
4. Peraturan presiden nomor 9 tahun 2005 tentang kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tatakerja kementrian Negara republik indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan peraturan presiden republik Indonesia nomor 94 tahun 2008;
5. Keputusan presiden republik Indonesia nomor 187/M tahun 2004 mengenai pembentukan cabinet Indonesia bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan presiden republic Indonesia nomor 77/P tahun 2007,
MEMUTUSKAN
Menetapkan peraturan dengan menteri pendidikan nasional republic Indonesia tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang meiliki kelainan dan meiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
PASAL 1
Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
PASAL 2
Pendidikan inklusif bertujuan :
1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau meiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;
2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semau peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.
PASAL 3
1. Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik,emosional,mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2. Peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10 terdiri atas :
a. Tunanetra;
b. Tunarungu;
c. Tunawicara;
d. Tunagrahita;
e. Tunadaksa
f. Tunalaras;
g. Berkesulitan belajar;
h. Lambatbelajar;
i. Autis;
j. Memiliki gangguan motorik;
k. Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya;
PASAL 4
1. Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
2. Satuan pendidikan selain yang ditunjuk oleh kabupaten/kota dapat menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1).
PASAL 5
1. Peneriamaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah.
2. Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) mengalokasikan kursi peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) paling sedikit 1 (satu) peserta didik dalam 1 (satu) rombongan belajar yang akan diterima
3. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, alokasi peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat(2) tidak dapat terpenuhi, satuan pendidikan dapat menerima peserta didik normal.
PASAL 6
1. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuia dengan kebutuhan peserta didik.
2. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
3. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.
PASAL 7
1. Satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan minatnya.
PASAL 8
Pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik.
PASAL 9
1. Pnilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
3. Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Peserta didik yang menyelesaikan dan lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan mendapatkan ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh pemerintah.
5. Peserta didik yang memiliki melainan yang menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar yang blonknya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
6. Peserta didik yang memperoleh surat tanda ramat belajar dapat dilanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan pendidikan khusus.
PASAL 10
1. Pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu)orang guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.
2. Satuan pendidikan penyelenggaran inklusif yang tidak ditunjuk oleh pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus.
3. Pemerntah kabupaten/kota wajib meningkatkan kompotensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga pendidikan pada satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif.
4. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu dan menyediakan tenaga bimbimbing khusus bagi satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif yang memerlukan sesuai dengan kewenangannya.
5. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu meningkatkan kompotensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif.
6. Peringkatan kompotensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dapat dilakukan melalui.
a. pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan (PATK);
b. lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP),
c. perguruan tinggi (PT)
d. lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya di lingkungan pemerintahy daerah, departemen pendidikan nasional dan/atau departemen agama;
e. kolompok kerja guru/kepala sekolah (KKG,KKS), kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), MGMP, MKS, MPS dan sejenisnya.
PASAL 11
1. Satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif berhak memperoleh bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah kabupaten/kota.
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat memberikan bantuan professional kepada satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif.
3. Bantuan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan inklusif, kelompok kerja organisai profesi, lembaga swadaya mesyarakat, dan lembaga mitra terkait, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
4. Jenis dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa.
a. Bantuan profesional perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan eveluasi;
b. bantuan profesional dalam penerimaanm, identifikasi dan asasmen, prevensi, intervensi, kompensatoris dan layanan advokasi peserta didik.
c. bantuan profesional dalam melakukan modifikasi kurikulum, program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, meda, dan sumber belajar serta sarana dan prasarana yang asesibel.
5. Satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif dapat bekerjasama dan membangun jaringan dengan satuan pendidikan khusus, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga rehabilitas, rumahsakit dan pusat kesehatan masyarakat, klinik, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
PASAL 12
Pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan kewenangannya.
PASAL 13
Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif, satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan inklusif, dan/atau pemerintah daerah yang secara nyata memiliki komitmen tinggi dan berperestasi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.
PASAL 14
Satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dadam peraturan menteri ini diberikan saksi administratif sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undang.
PASAL 15
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Oktober 2009
Menteri pendidikan nasional
TTD
Bambang sudibyo